Masihkan wanita berani menegakkan keadilan untuk dirinya ?

( MANUSIA DAN KEADILAN )

Beberapa minggu yang lalu saya menonton film yang menceritakan tentang wanita yang mengalami kekerasan dalam hubungannya. Di film tersebut hanya menceritakan dari sudut pandang wanitanya. Jujur saat menonton saya berpikir jika saya ada di posisi wanita tersebut beranikah saya untuk melapor atau saya tetap diam takut akan ancaman yang lebih buruk.

Masalahnya adalah seringkali wanita beranggapan “ dia akan berubah “, tidak dia tidak akan pernah berubah walaupun dia langsung menyesal dan meminta maaf dia akan melakukannya lagi, lalu kita akan mulai mempertanyakan pemikiran kita sendiri “ apakah ia akan berubah ?”. Begitulah seterusnya, mau sampai kapan wanita diperlakukan begini?


Kekerasan dalam hubungan – pacaran ataupun dalam berumah tangga- sudah terjadi sejak zaman dulu. Namun saat itu belum ada hukum yang mengatur tentang masalah tersebut. Permasalahan lain yakni pandangan masyarakat yang mengungkapkan bahwa hal yang terjadi dalam rumah tangga adalah suatu hal yang tabu, aib, privat, yang tidak membutuhkan intervensi dari pihak luar.  Termasuk jika masalah rumah tangga tersebut merupakan bentuk kekerasan. Hal ini sangat diyakini sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini juga memengaruhi cara pandang penegak hukum sehingga besar pupusnya harapan korban karena menurut penegak hukum masalah kekerasan rumah tannga adalah masalah internal keluarga bukan masalah publik.

United State Departement of Justice mendefinisikan kekerasan dalam pacaran sebagai, ancaman atau tindak kekerasan yang dilakukan minimal oleh satu anggota dari pasangan yang belum menikah terhadap anggota lainnya dalam konteks pacaran atau masa penjagaan yang termasuk di dalamnya pacaran antara pasangan sejenis. Banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidak mungkin terjadi kekerasan, apalagi anggapan remaja sekarang yang ingin mencoba suatu hal yang baru, kurangnya informasi akan kekerasan pada hubungan membuat pandangan mereka tentang pacaran adalah hal yang sangat lumrah karena pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal – hal yang indah.

Catatan Tahunan Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyebutkan bahwa angka kekerasan dalam pacaran pada tahun 2015 cukup tinggi yakni 2.734 kasus dari 11.207 kekerasan di ranah personal. Hukuman dalam UU no. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga tidak bisa diterapkan dalam kasus – kasus Kekerasan Dalam Pacaran (KDP). Ketimpangan gender antara laki – laki dan perempuan adalah akar permasalahan kekerasan pada perempuan.


Bentuk kekerasan dalam pacaran :

 Kekerasan Fisik
Cth : memukul, menendang, menampar, mencekik, dsb
 Kekerasan Seksual
Cth : memaksa melakukan hub. Seksual, rabaan atau sentuhan yang tidak kita hendaki, dsb
 Kekerasan Emosional
Cth : meremehkan, mengkritik, merendahkan, dsb
Kekerasan Ekonomi
   Cth : mengontrol pendapatan, sering meminjam uang tanpa dikembalikan, selalu minta ditraktir, dsb 




Kekerasan dalam pacaran belum ada aturan hukumnya secara khusus di Indonesia sendiri. Akan tetapi beberapa kasus bisa merujuk pada aturan hukum yang sudah ada secara umum. Tunjukan bukti luka ataupun lainnya kepada polisi ketika melapor pada polisi. Untuk penjelasan lebih lanjut klik disini. 

Pada dasarnya manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam berhubungan manusia harus mematuhi norma – norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral hakekatnya adalah perbutaan yang melanggar atau memperkosa  hak dan kewajiban seseorang. 

Oleh karena itu manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya.
Bagaimana mempertahankan hak dan kewajiban tersebut ? salah satu hal yang bisa kita lakukan ialah menegakkan keadilan. Sebagai wanita menegakkan keadilan adalah sebuah perjuangan. Menurut aristoteles keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. 


Menurut pendapat umum keadilan merupakan pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak – hak dan kewajiban. Kekerasan dalam pacaran disini termasuk dalam keadilan komutatif dimana keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Garis bawahi kesejahteraan. Wanita yang dikasari dan disakiti berhak untuk mendapatkan kembali hidup yang lebih baik terbebas dari ancaman – ancaman dan penderitaan yang mereka dapatkan. Wanita berhak untuk disayangi dan dicintai.

Setelah mengetahui konsekuensi pelaku kekerasan dan keadilan bagi kaum wanita, apakah anda tergerak untuk melapor jika kejadian ini menimpa anda sendiri ? 


Daftar Pustaka :





Komentar

Postingan Populer